A. Judul Program
Jenis - Jenis Burung Air Migran di Eustarium Wonorejo Sebagai Indikator Terhadap Perubahan Lingkungan di Kawasan Pantai Timur Surabaya
B. Latar Belakang
Burung merupakan sumber plasma nutfah yang memberikan warna tersendiri bagi kekayaan fauna di Indonesia. Sebagai salah satu satwa yang mudah dilihat dan dinikmati suaranya, banyak jenis burung yang dicari manusia kemudian ditangkap untuk dijadikan peliharaan. Tentu saja kegiatan ini akan berdampak terhadap penurunan jumlah jenis dan populasi burung di alam (Anonimus,2009).
Salah satu kawasan konservasi yang terdapat banyak potensi jenis burung air adalah eustarium Wonorejo yang merupakan suatu kawasan yang dapat dipandang sebagai suatu habitat yang didalamnya terdapat komunitas, dan interaksi antar komunitas dengan lingkungannya akan membentuk suatu ekosistem. Kerusakan pada komunitas eustarium Wonorejo akan menyebabkan kerusakan pada ekosistem yang telah ada. Untuk itu perlu adanya suatu parameter yang dapat menentukan suatu kerusakaan pada keadaan alam di eustarium Wonorejo, salah satu komponenya adalah burung air.
Salah satu usaha untuk melestarikan potensi jenis burung air di eustarium Wonorejo adalah dengan melakukan pengamatan secara kontinu untuk memonitor jenis-jenis mana yang mudah hingga sulit untuk dijumpai (Anonimus,2009).
Menurut persetujuan para ahli jumlah burung yang hidup di bumi ada 9.016 jenis yang berada dalam 158 famili dan 27 ordo (Peterson, 1980). Sedangkan jumlah burung air yang ada di seluruh dunia tercatat 32 famili yang terdiri dari 833 jenis, dan Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah jenis burung air tertinggi di dunia (Wibowo et al., 1996 dalam Arifin, 1998). Dengan negara yang memiliki jumlah jenis burung air tertinggi di dunia maka pengetahuan dan pemeliharaan habitat mereka menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Surabaya adalah daerah yang berada di pantai utara Pulau Jawa, dengan wilayah timur Surabaya yang berhadapan langsung dengan Selat Madura. Pantai Timur Surabaya meliputi daerah antara kelurahan Tambak Wedi sampai sungai Dadapan (daerah perbatasan kotamadya Surabaya dan kabupaten Sidoarjo) (Affandi, 1994).
Sebagian dari wilayah Pantai Timur Surabaya adalah daerah eustarium Wonorejo yang merupakan ujung dari sungai Wonokromo. Pada eustarium Wonorejo banyak terdapat beberapa jenis ikan kecil, udang, kelompok crustacea, dan lain-lain. Karena di dalam eustarium banyak hidup hewan-hewan kecil, maka daerah eustarium menjadi lumbung makanan bagi beberapa jenis burung air. Menurut Elfidasari (2005) salah satu hal yang menyebabkan burung berlimpah di suatu lokasi adalah tersedianya bahan makanan.
Sementara itu, kehadiran burung air sangat di pengaruhi oleh kehadiran aktivitas manusia pula. Semakin banyak manusia yang memanfaatkan habitat burung air itu, maka semakin berpengaruh pula terhadap tingkat kenyamanan burung air itu. Wonorejo yang dahulu nya merupakan kawasan yang boleh dikatakan minim oleh kehadiran manusia, kini berubah menjadi wilayah yang sebaliknya. Apalagi, saat ini wilayah eustarium Wonorejo digunakan untuk daerah ekowista mangrove.
Sebagian besar dari jenis burung air melakukan migrasi pada musim-musim tertentu. Biasanya mereka bermigrasi saat musim dingin terjadi di belahan bumi utara. Di Siberia, tempat dimana sebagian besar burung air berbiak, pada musim dingin selama 24 jam terus-menerus malam dengan kondisi yang sangat dingin (sampai -50° C) dan nyaris tidak berpenghuni. Sementara pada musim panas selama 24 jam terus menerus siang dengan suhu mencapai 25°C. Dengan adanya perbedaan suhu yang ekstrim tersebut menuntut burung air untuk melakukan strategi evolusioner untuk menyiasati kurangnya pasokan makanan pada musim dingin di tempat berbiak mereka. Secara umum suatu makhluk hidup melakukan migrasi disebabkan oleh dua hal, yaitu untuk memberikan tanggapan terhadap tekanan yang disebabkan oleh kondisi alam dengan tujuan mempertahankan kelangsungan hidup mereka, dan untuk memungkinkan digunakannya lingkungan yang berbeda sebagai bagian dari siklus kehidupan mereka (Howes et al., 2003 dalam Nurdini,2009).
Burung air migran adalah burung air, yang menggunakan kawasan/jalur pantai untuk proses perantara dalam perilaku migrasi mereka. Mereka merupakan penggembara ulung yang menghabiskan waktu berbiak di daerah belahan utara dan waktu mencari makan di daerah bagian selatan. Sebagian besar dari burung air adalah burung pendatang (migran) yang menghabiskan waktu di daerah lahan basah bumi bagian selatan untuk mencari makan dan menunggu masa berbiaknya. (Howes et al., 2003).
Burung sebagai subyek pengamatan memiliki ciri khas masing-masing yang mampu membedakan satu sama lain. Selain penampilan yang indah, burung juga mempunyai suara merdu dan perilaku unik sebagai daya tarik tersendiri untuk kegiatan pengamatan burung dan mengenal kehidupan burung.
Penelitian ini diharapkan untuk dapat mengetahui tentang perubahan lingkungan yang terjadi di daerah eustarium Wonorejo karena pengaruh aktivitas manusia, dan juga dapat menjadi dasar bagi pelestarian jenis burung air di daerah Surabaya, karena kehadiran burung air di suatu lokasi merupakan suatu indikasi penting dalam pengkajian mutu dan produktivitas suatu lingkungan lahan basah (Howes et al., 2003 dalam Nurdini,2009). Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi para peneliti tentang jenis burung air migran di eustarium Wonorejo Surabaya yang merupakan salah satu daerah di kawasan Pantai Timur Surabaya yang berstatus IBA (Important Bird Area). Dengan adanya usaha untuk mengungkap dan melestarikan habitat burung air dan pendataan jenis burung air migran di daerah eustarium Wonorejo Surabaya diharapkan dapat membantu terjaganya kelestarian lingkungan beserta seluruh komponen yang ada di dalamnya.
C. Rumusan Masalah
1. Jenis burung air migran apa saja yang dapat dijumpai di daerah eustarium Wonorejo?
2. Berapa indeks keanekaragaman dan kelimpahan burung air migran di eustariumWonorejo ?
3. Dapatkah keanekaragaman dan kelimpahan jenis burung air migran menjadi indikator terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di eustarium Wonorejo?
D. Tujuan
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui :
1. Jenis burung air migran yang dapat dijumpai di eustarium Wonorejo.
2. Keanekaragaman dan kelimpahan burung air migran di eustarium wonorejo.
3. Apakah dengan keanekaragaman dan kelimpahan jenis burung air migran yang di jumpai pada daerah eustarium Wonorejo dapat menjadi indikator terhadap perubahan lingkungan.
E. Luaran yang Diharapkan
Hasil dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data mengenai jenis burung air migran di eustarium Wonorejo sehingga dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi para peneliti jenis burung air migran. Serta dapat mengetahui, apakah dengan kehadiran burung air migran dapat menjadi salah satu indakator terhadap perubahan lingkungan yang terjadi pada daerah eustarium Wonorejo.
F. Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi masyarakat dan pemerintah setempat tentang pentingnya kelestarian daerah eustarium Wonorejo. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dorongan bagi masyarakat untuk selalu menjaga daerah eustarium Wonorejo agar lahan basah yang menjadi tempat hidup berbagai jenis flora dan fauna dapat tetap dijaga dan dilestarikan keberadaannya, karena hal itu juga akan berdampak pada kehidupan manusia yang ada di sekitar daerah eustarium Wonorejo. Selanjutnya hasil pengamatan ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukkan dan bahan acuan untuk pengelolaan konservasi terutama jenis-jenis burung dan kondisi vegetasi yang mempengaruhi populasi.
G. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Burung
Burung merupakan salah satu kelompok terbesar vertebrata yang banyak dikenal, diperkirakan ada sekitar 8.600 spesies yang tersebar di dunia. Burung berdarah panas seperti binatang menyusui, tetapi sebenarnya burung lebih berkerabat dengan reptile, yang mulai berevolusi sekitar 135 juta tahun yang lalu. Semua jenis burung dianggap berasal dari sesuatu yang mirip dengan fosil burung pertama yaitu Archaeopteyx (MacKinnon, 1995).
Burung merupakan salah satu kelas vertebrata yang jumlah spesiesnya jauh melebihi kelas–kelas vertebrata lain kecuali ikan (Peterson, 1986). Burung adalah hewan yang memiliki kemampuan untuk terbang, dari kemampuan itulah terbukti bahwa burung sangat berhasil dalam penyebarannya di seluruh muka bumi. Mereka menempati setiap tipe habitat dari khatulistiwa sampai daerah kutub. Ada burung hutan, burung padang terbuka, burung gunung, dan burung air. Dimana ada pohon, serangga, ikan, ataupun avertebrata maka disitulah ada burung yang mencari makanannya.
Hewan ini dapat dijumpai di manapun di seluruh dunia kecuali di pusat benua Antartika. Burung merupakan salah satu kelompok hewan bertulang belakang dan berdarah panas yang memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh hewan lain yaitu bulu. Bulu berbobot sangat ringan namun strukturnya kokoh, jauh lebih praktis dari rentangan kulit yang menyangga kelelawar saat terbang ataupun struktur sayap pesawat udara yang kaku. Selain itu bulu jauh lebih mudah diperbaiki atau diganti jika rusak (Peterson, 1980).
Perilaku sosial burung berubah sesuai dengan relung tempat mencari makan disamping tingkah laku berbiak dan kebiasaan umum lainnya. Biasanya burung hidup berpasangan, yaitu jantan dan betina yang mempertahankan teritorinya, pasangan ini membagi tugas dalam mengasuh anaknya.
Luas pergerakan dan jarak tempuh burung juga berbeda pada setiap jenis. Beberapa jenis menempati teritori yang kecil serta tetap dan lambat berpencar untuk menempati daerah baru. Jenis lain mempunyai ruang lingkup pergerakan yang luas (MacKinnon, 1995).
Dalam perekonomian manusia terutama di pulau Jawa, burung-burung liar mempunyai pengaruh tersendiri dan dapat digolongkan dalam beberapa kategori antara lain sebagai hama pertanian, sebagai bahan pangan, dan sebagai hewan peliharaan yang bernilai tinggi.
2. Tinjauan tentang Burung Air
Menurut Elfidasari dan Junardi (2005), burung air adalah jenis burung yang seluruh hidupnya berkaitan dengan daerah perairan atau lahan basah. Berukuran kecil sampai sedang dengan paruh yang relatif panjang. Menurut pasal 1.1 Konvensi Ramsar (Anonim, 2008 dalam Nurdini,2009), lahan basah adalah daerah payau, rawa, lahan gambut atau perairan, baik alami maupun buatan, permanen atau sementara, dengan air yang diam atau mengalir, segar, payau atau asin, termasuk daerah perairan laut dengan kedalaman pada saat surut tidak melebihi enam meter.
Kehadiran burung air merupakan suatu indikator penting dalam pengkajian mutu dan produktivitas suatu lingkungan lahan basah (Howes et al., 2003 et al., 2003). Burung air menyediakan sejumlah pupuk alami bagi vegetasi yang ada di pantai dan daerah-daerah yang lebih tinggi. Vegetasi ini sering menjadi stabilisator pantai terhadap erosi. Dengan cara itu, hewan ini juga dapat mempercepat suksesi yang terjadi di lahan basah (Wibowo et al., 1996 dalam Arifin, 1998).
Burung air memiliki adaptasi spesifik yang memungkinkan mereka beradaptasi dengan tempat hidup dan makanannya yang juga hidup di daerah perairan. Adaptasi ini bersifat spesifik, sehingga dapat mengurangi adanya kemungkinan kompetisi secara langsung dalam mencari makanan antara jenis satu dengan jenis lainnya. Ketika salah satu kelompok burung air memangsa hewan invertebrata dalam lumpur, kelompok lain memakan tumbuhan yang mengapung atau menyelam untuk memangsa invertebrata air di tempat yang memiliki kedalaman lebih (Allen dan Walker, 2000 dalam Nurdini,2009). Berikut adalah gambaran contoh perbedaan ukuran dan bentuk paruh serta perbedaan jenis makanan pada beberapa jenis burung air dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Irisan melintang dari dataran lumpur eustarium Thames yang menunjukkan beberapa kelompok invertebrata (Moluska dan cacing Polychaeta) yang menjadi mangsa utama bagi beberapa jenis burung air (Brownell et al., 2007).
Burung air memiliki ketergantungan hidup di wilayah lahan basah atau areal pantai serta tegakan tumbuhan yang ada di atasnya sebagai tempat mencari makan maupun beristirahat. Salah satu jenis lahan basah yang dijadikan tempat makan dan beristirahat oleh jenis-jenis burung air adalah daerah eustarium..
Selain lahan basah buatan, hutan mangrove juga menjadi tempat penting bagi kehidupan jenis-jenis burung air. Beberapa jenis burung air membutuhkan ekosistem mangrove sebagai tempat mencari makan, bersarang, dan berbiak (Arisandi, 1998). Hutan mangrove adalah hutan kusut yang rendah, tumbuh di antara zona pasang surut dan pantai berlumpur walau hanya memiliki sedikit jenis pohon, hutan ini kaya akan ikan dan udang-udangan, sehingga sangat mendukung kehidupan burung-burung air dan beberapa jenis burung hutan yang umum (MacKinnon et al, 1995). Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan mangrove terbesar di dunia. Mangrove Indonesia dikenal sebagai kawasan hutan yang tersusun oleh tumbuhan sejenis yang paling beragam di dunia dan sekaligus merupakan pelabuhan bagi kehidupan berbagai jenis hewan dan tumbuhan (Howes et al., 2003).
3. Tinjauan Tentang Wilayah Eustarium Wonorejo
Eustarium termasuk kawasan estuaria, sehingga organisme yang hidup di dalamnya terdiri dari bermacam-macam jenis dan memiliki jumlah yang banyak. Ada empat faktor yang dipercaya menyebabkan daerah estuaria memiliki nilai produktivitas tinggi, yaitu (1) di daerah estuaria terdapat penambahan bahan-bahan organik secara terus menerus yang berasal dari aliran sungai, (2) perairan estuaria umumnya dangkal, sehingga cukup menerima sinar matahari untuk mendukung kehidupan tumbuh-tumbuhan, (3) daerah ini merupakan tempat yang relatif kecil menerima gelombang, akibatnya detritus dapat menumpuk di dalamnya dan (4) aksi pasang selalu mengaduk bahan-bahan organik yang berada di sekitar tumbuh-tumbuhan (Hutabarat dan Evans, 1995).
Dengan tingginya keanekaragaman hewan yang hidup di perairan estuaria, menyediakan makanan yang melimpah bagi burung-burung air. Jenis-jenis mangsa yang berbeda cenderung menempati habitat yang berbeda serta memiliki relung yang berbeda pula dalam suatu lingkungan pasang surut. Kehadiran serta pergerakan mereka akan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan siklus pasang surut yang terjadi di daerah tersebut. Jenis-jenis organisme yang mencari makan di permukaan akan melakukan seluruh aktivitasnya pada saat air sedang surut, dan kemudian mengubur diri pada saat air sedang pasang. Beberapa organisme juga memiliki daya penyamaran yang baik, selain itu juga terdapat organisme yang memiliki cangkang pelindung (Howes et al., 2003 et al., 2003 dalam Nurdini,2009).
Eustarium Wonorejo adalah salah satu bagian dari Pantai Timur Surabaya dan yang menjadi ujung dari kali Wonokromo. Pada sekitar daerah eustarium, banyak sekali terdapat pohon-pohon bakau yang berfungsi sebagai penahan abrasi. Sering kali pohon-pohon bakau itu juga digunakan oleh sekelompok burung air untuk beristirahat maupun membuat sarang.
4.Tinjauan Tentang Konsep Migrasi
Kata migrasi diturunkan dari kata migrat (Latin) yang berarti pergi dari tempat ke tempat lain atau juga bermakna bepergian ke berbagai tempat (Peterson, 1986). Migrasi dalam kehidupan hewan dapat didefinisikan sebagai pergerakan musiman yang dilakukan secara terus menerus dari satu tempat ketempat lain dan kembali ke tempat semula, biasanya dilakukan dalam dua musim yang meliputi datang dan kembali ke daerah perkembangbiakan.
Di antara penanggalan biologis tersebut terdapat kelenjar endokrin, alat yang dapat merangsang burung jantan untuk bernyanyi dan burung betina untuk bertelur. Burung mengalami perubahan biologis berhubungan dengan reproduksi di saat sebelum dan sesudah musim bersarang, sehingga kelenjar endokrin menjadi sangat aktif. Dalam periode inilah kebanyakan burung bermigrasi (Peterson, 1986).
Dengan demikian kegiatan periodik kelenjar endokrin tampaknya merupakan salah satu penyebab burung memulai perjalanan panjangnya.
Penyebab migrasi yang lain erat kaitannya dengan penambahan populasi baru. Ledakan populasi akibat menetasnya anak burung menyebabkan tuntutan makanan dalam jumlah besar secara tiba-tiba, tetapi hal ini bersifat sementara. Keadaan ini menyebabkan burung terbang ke daerah musim semi untuk memenuhi kebutuhan makanan berlimpah yang juga bersifat sementara (Peterson,1986).
Penanggalan biologis yang diatur oleh rangsangan dari luar dapat menyiapkan burung untuk bermigrasi, tetapi saat yang paling tepat untuk memulai migrasi ditentukan oleh cuaca. Semua faktor lain dapat memungkinkan keberangkatan, tetapi migrasi jarak jauh biasanya menunggu kondisi terbang yang baik. Burung memerlukan angin yang sesuai agar dapat membantu pergerakanselama perjalanan. Banyak burung-burung migran berjuang dalam keadaan yangpaling tidak aman untuk mencapai tujuannya (Peterson, 1986).
Selama penerbangan jauh yang berbahaya dari tempat asal ke tempat tujuan, burung menggunakan berbagai macam kemampuan untuk menentukan arahnya. Burung dapat menentukan arah terbangnya dengan tepat dalam berbagai keadaan, seperti siang hari, malam hari, cuaca mendung, maupun cuaca berkabut. Pedoman utama yang dijadikan patokan arah oleh burung selama terbang bermigrasi adalah kompas matahari pada siang hari dan pola bintang pada malam hari. Selain itu pedoman lain yang dipakai adalah penglihatan visual, tanda magnet bumi, indera penciuman dan rasa, kemampuan untuk mendeteksi variasi gravitasi, dan gaya Coriolis (Howes et al., 2003 ,et all.2003).
Migrasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu migrasi musiman dan migrasi harian. Migrasi musiman biasanya berhubungan dengan perubahan iklim.Migrasi ini dapat dilakukan menurut garis lintang, ketinggian tempat maupun secara lokal, sedangkan migrasi harian disebut juga pergerakan harian karenabeberapa satwa liar melakukan pergerakan harian selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Anonimus,2009).
Berdasarkan jarak tempuhnya, migrasi dapat dibadakan dalam 3 kelas yaitu migrasi jarak pendek (Hop) dengan jarak tempuh sekitar 50-500 km, migrasi menegah (skip) dengan jarak tempuh mencapai 1000 km, dan jarak jauh (Jump) dengan jarak tempuh mencapai 600 km ataupun lebih (Howes et al., 2003 ).
Keteraturan dan ketepatan waktu dalam merespon tekanan alam merupakan salah satu kunci sukses burung air migran dalam melanjutkan hidupnya.
Berikut adalah gambaran umum mengenai keberadaan burung air migran pada musim-musim tertentu.
Dari informasi tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa waktu terbaik untuk mengamati burung air migran adalah pada saat mereka memulai perjalanan ke bumi bagian selatan (September-Maret) dan saat mereka kembali ke lokasi berbiak (Maret-April) (Howes et al., 2003).
H. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di daerah eustarium Wonorejo Rungkut Surabaya. Dilaksanakan selama 4 bulan, dari bulan Febuari sampai April 2011.
3.2 Alat yang digunakan
3.2.1 Inventarisasi jenis-jenis burung air
Peralatan yang digunakan dalam inventarisasi jenis burung adalah teropong binokular, teropong monokular, tripod, buku panduan lapangan jenis burung Mackinnon et al. (1995), buku catatan lapangan, alat tulis, tabel inventarisasi jenis burung, kamera, dan jam.
3.3 Prosedur Penelitian.
Inventarisasi jenis burung air dilakukan dengan cara pengamatan menggunakan teropong binokular dan teropong monokular dengan menempuh jalur darat (berjalan), maupun jalur perairan (dengan perahu). Pengamatan ini dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 08.00-12.00 WIB dan pada sore hari sekitar pukul 15.00-17.30 WIB (Rudyanto, 1996 dalam Arifin, 1998).
3.4 Cara Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan dan pendataan keanekaragaman jenis burung air migran yang ada di lokasi penelitian.
3.5 Cara Analisis Data
3.5.1 Menentukan indeks kelimpahan
Soeparmo (1991) dalam Arifin (1998) menyatakan untuk mengetahui kelimpahan tiap jenis dipergunakan rumus indeks kelimpahan.
Di = ni / N x 100%
Indeks kelimpahan memberikan gambaran suatu komposisi jenis dalam komunitas.
Di = indeks kelimpahan burung jenis i,
ni = jumlah individu burung jenis i,
N = jumlah individu total semua jenis burung yang teramati di komunitas.
3.5.2 Menentukan indeks keanekaragaman
Soegianto (1994) menyatakan, jika data kelimpahan jenis diambil secara acak dari suatu komunitas atau subkomunitas, maka penghitungan yang tepat keanekaragaman jenis adalah dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon (Shannon-Wiener).
H’ = -∑pi log pi
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon
pi = ni/N, pi adalah perbandingan antara jumlah individu spesies ke i dengan jumlah total individu
I. Jadwal Kegiatan
No | Jenis Kegiatan | Bulan Ke- | |||
1 | 2 | 3 | 4 | ||
1 | Persiapan | ||||
2 | Penyediaan alat | ||||
3 | Penelitian | ||||
4 | Penyusunan laporan |
J.
J. Rancangan Biaya
J. Rancangan Biaya
No. | Jenis Pengeluaraan | Anggaran | ||||
1 | Pengadaan dan Sewa Peralatan | 2.400.000,00 | ||||
2 | Transportasi | 4.000.000,00 | ||||
3 | Publikasi | 600.000,00 | ||||
Total | 7.000.000,00 | |||||
Perincian Biaya Kegiatan
Pengadaan + Sewa peralatan | |
Pengadaan teropong binokular Nikkon | 2.200.000,00 |
Sewa Peralatan ( 1 Monokular + Tripod ) | 200.000,00 |
Transportasi | |
Sewa Perahu (6 x 600.000) | 3.600.000,00 |
Parkir | 50.000,00 |
Bensin Untuk Akomodasi | 350.000,00 |
Publikasi dan Lain-Lain | |
Pengandaan proposal | 300.000,00 |
Cetak Foto Kegiatan | 300.000,00 |
Total | 7.000.000,00 |
K. DAFTAR PUSTAKA
Affandi, M., 1994, Studi Komposisi Jenis dan Penyebaran Crustacea Planktonik di Perairan Pantai Timur Surabaya, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, Surabaya.
Allen, M. and Cathy Walker, 2000, Wetlands as Waterbird Habitat, Water and Rivers Commision, Australia.
Anonim, 2008, Deklarasi Changwon untuk Kesejahteraan Manusia dan Lahan Basah, www.ramsar.org. Tanggal akses 16 Juni 2009.
Anonim,2009, Konservasi-monitoring burung migran Bama-Gatel --okt09, www.baluran.com. Tanggal akses 11 September 2010.
Arifin, K., 1998, Kelimpahan dan Tingkat Penyebaran Burung-burung Ardeidae di Kawasan Pantai Timur Surabaya, Skripsi, Jurusan Biologi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Arisandi, P., 1998, Panduan Pengenalan Mangrove Pantai Timur Surabaya, Mangrove Sang Pelindung, Ecoton dan KEHATI, Surabaya.
Elfidasari, D., 2005, Pengaruh Perbedaan Lokasi Mencari Makan Terhadap Keragaman Mangsa Tiga Jenis Kuntul di Cagar Alam Pulau Dua Serang : Casmerodius albus, Egretta garzetta, Bubulcus ibis, Makara, Sains, 9(1) : 7-12.
Howes, J.; David Bakewell dan Yus Rusila Noor, 2003, Panduan Studi Burung Pantai, Wetlands International – Indonesia Programme, Bogor.
Hutabarat, S. dan Stewart M. Evans, 1995, Pengantar Oseanografi, UI-Press.
MacKinnon, J., Karen Phillipps dan Bas Van Balen, 1995, Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan, LIPI – Seri Panduan Lapangan
Nurdini, L.,2009, Studi Kelimpahan dan Keanekaragaman Burung Air dan Sumber Pakannya di Tambak Wonorejo Surabaya, Skripsi, Jurusan Biologi, Universitas Airlangga, Surabaya
Peterson, R.T., 1980, Burung, edisi kedua, Tira Pustaka, Jakarta.
Soegianto, A., 1994, Ekologi Kuantitatif, Metode Analisis Populasi Komunitas, Usaha Nasional, Surabaya.
L. Lampiran
1. BIODATA KETUA serta ANGGOTA KELOMPOK
Biodata Ketua
a. Nama Lengkap : Christian Agung S
b. NIM : 080914028
c. Jurusan : S1 Biologi
d. Universitas : Universitas Airlangga
e. Alamat Rumah dan No Telp/HP : Jl. Geluran-Sidoarjo,081332175134
f. Alamat Email : johnpaulchriztian@yahoo.com
g. Tanda Tangan :
Biodata Anggota
1. Anggota 1
a.Nama Lengkap : Dimas Putra Leksana
b.NIM : 080710227
c.Jurusan : S1 Biologi
d.Universitas : Universitas Airlangga
e.Alamat Rumah dan No. Telp/HP : Jl.Semolowaru Indah 1 D/2 Surabaya, 085730291749
f.Alamat Email : Dheemaz_dunk@yahoo.com
g.Tanda Tangan :
2. Anggota 2
a. Nama Lengkap : Hening Swastikaningrum
b. NIM : 080810308
c. Jurusan : S1 Biologi
d. Universitas : Universitas Airlangga
e. Alamat Rumah dan No. Telp/HP : Gunung Anyar Harapan ZE-4 Surabaya, 081703380018
f. Alamat Email : Clairvoyance_1012@yahoo.co.id.
g. Tanda Tangan :
3. Anggota 3
h. Nama Lengkap : Hilma Mulyani
i. NIM : 080914080
j. Jurusan : S1 Biologi
k. Universitas : Universitas Airlangga
l. Alamat Rumah dan No. telp/HP : Barata Jaya XX 37-Surabaya, 08571016265
m. Alamat Email :
n. Tanda Tangan :
4. Anggota 4
a. Nama Lengkap : Hendra Febbyanto
b. NIM : 081014103
c. Jurusan : S1 Biologi
d. Universitas : Universitas Airlangga
e. Alamat Rumah dan No. Telp/HP : Semampir Selatan 2A Surabaya, 08993691266
f. Alamat Email : wonk_ndra@yahoo.com
g. Tanda Tangan :
2. BIODATA DOSEN PENDAMPING
a. Nama Lengkap dan Gelar : Drs. Trisnadi Widyaleksono CP, M.Si.
b. NIP : 19631215 198903 1 002
c.Alamat Rumah dan No Telp./HP : Perum Griya Mapan Sentosa FA, Waru-Sidoarjo, 085733626428
d. Tanda Tangan :
3.GAMBAR
Monokular
dan Tripod
Binokular
Buku Panduan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar